Judul buku
: Twilight
Nama pengarang : Stephennie Meyer
Nama penerbit : Little Brown, USA
Tempat terbit : New York, United States
Nama pengarang : Stephennie Meyer
Nama penerbit : Little Brown, USA
Tempat terbit : New York, United States
Cetakan
: 5 Oktober
2005
Tebal Buku
: 518 Halaman
Harga
: Rp 60.000
Novel imajinasi, mungkin sebagian dari kita menganggap kalau novel imajinasi
dalam pengkhayalannya begitu sulit saat kita hanya dapat membayangkannya dari
suatu tulisan novel, namun semua ini tidak berlaku untuk novel yang berjudul
Twilight karangan Stephennie Meyer. Mayer mampu menulisakan dengan gaya bahasa
yang mudah dimengerti sehingga menjadikan novel fiksi ini dalam penyampaiannya
begitu menarik bagi pembaca dan apa yang ingin di sampaikan sang penulis pun
dimengerti.
Novel ini ditulis dalam sudut
pandang sang tokoh utama, Isabella Swan (Bella), yang harus pindah dari Phoenix
ke kota kecil bernama Forks yang terletak di barat laut Washington untuk
tinggal bersama ayahnya, Charlie. Bella yang selama ini tinggal bersama ibunya,
Renee, memutuskan hal tersebut untuk memberi kesempatan pada ibunya yang baru
menikah dengan suami barunya, Phil, agar dapat menikmati kehidupan
pernikahannya yang baru tanpa beban. Bukan berarti Bella tidak menyukai Phil,
hanya saja Phil selalu hidup berpindah-pindah, dan Bella berpendapat itu tidak
akan baik untuk hidupnya dan mungkin ini adalah kesempatan untuk lebih mengenal
ayah kandungnya.
Kota Forks dan Phoenix berbeda dalam
banyak hal. Dari mulai cuaca hingga jumlah penduduknya. Bella selalu membenci
Forks, dan sangat mencintai Phoenix. Tapi ternyata di Forks-lah ia bertemu
dengan Edward Cullen. Edward adalah pemuda bertubuh kurus dengan rambut
berwarna perunggu, Dan sangat tampan. Pengarang menyebut ketampanan Edward
sebagai “keindahan luar biasa yang memancarkan kekejaman”. Dan dia adalah
VAMPIR.
Namun tidak seperti vampir
kebanyakan, Edward dan keluarganya (yang semuanya vampir) tidak memburu
manusia, melainkan memburu hewan sebagai gantinya. Hanya saja, Edward mengakui
bahwa ‘aroma’ Bella merupakan godaan yang amat sangat berat baginya, sehingga
karena alasan itulah Edward bersikap sangat kasar saat pertama kali bertemu
Bella. Belakangan ia mengakui karena saat itu ia begitu terobsesi dengan aroma
tubuh Bella yang membuatnya sangat haus akan darahnya. Perasaan itu diungkapkan
sebagai berikut,
“Bagiku kau rasanya seperti semacam
roh jahat yang dikirim langsung dari nerakaku sendiri untuk menghancurkanku.
Aroma yang menguar dari kulitmu...Kupikir akan membuatku gila pada hari pertama
itu. Dalam satu jam itu aku memikirkan seratus cara berbeda untuk memancingmu
keluar dari ruangan itu bersamaku, agar aku bisa berdua saja denganmu...”
“Tentu saja, kemudian kau nyaris
mati tepat dihadapanku. Baru setelahnya aku menemukan alasan yang sangat tepat
mengapa aku beraksi saat itu—karena jika aku tidak menyelamatkanmu, jika darahmu
tercecer disana didepanku, kurasa aku takkan bisa menghentikan diriku
mengungkapkan diri kami sebenarnya. Tapi aku baru memikirkan alasan itu
setelahnya. Saat itu, bisa kupikirkan hanyalah,”Jangan dia.””
Tapi lebih dari semua itu, Edward
sangat mencintai Bella. Sangat melindungi Bella. Dan Bella begitu irrasional
dapat menerima kenyataan siapa sebenarnya Edward dengan begitu tenang. Tapi
saya rasa, saya pun akan bersikap seperti Bella dicintai dengan amat sangat
oleh Edward. Siapa yang bisa bilang ‘tidak’ dengan laki-laki
tampan, pintar, dan vampir BAIK.
Masalah timbul ketika vampir dari
koloni yang berbeda datang berkunjung ke Forks. Koloni ini adalah kategori
pemburu. Yup, pemburu manusia. Dan salah satu dari mereka
tiba-tiba saja terobsesi dengan Bella. Selain karena ‘aroma’nya yang enak juga
karena kenyataan bahwa Edward melindungi Bella. Pemburu itu, bernama James,
merasa tertantang. Dan kejar-kejaran pun dimulai dengan melibatkan seluruh
keluarga Edward yang berusaha menyelamatkan Bella. Ada satu momen yang saya
sukai saat ini, yaitu saat Bella mengkhawatirkan keluarga Edward karena
berusaha menyelamatkan dengan segala upaya dan mengungkapkannya pada Alice,
adik Edward.
Alice menjawab,”Hampir satu abad
lamanya Edward seorang diri. Sekarang dia telah menemukanmu. Kau tak bisa
melihat perubahan yang kami lihat, kami telah bersama dengannya untuk waktu
yang lama. Kau pikir kami tega menatap dalam matanya selama ratusan tahun yang
akan datang bila dia kehilangan dirimu?”
Ini adalah kisah cinta terlarang.
Dan seperti cinta terlarang lainnya, cinta ini tak mengenal jalan kembali,
selain menjadi hidup dan sekaligus mati pada saat yang sama.
Stephenie Meyer berhasil membuat
para pembaca terpikat oleh sosok sempurna Edward.Bahkan ketika Bella dihadapi oleh
dilema besar, penulis mampu membuat pembaca ikut merasakan konflik batin yang
dirasakan Bella.
Yang menjadi kelebihan dan membuat
novel ini digandrungi oleh para penggemarnya mungkin gaya bahasa yang halus dan
gampang diikuti, tema lapuk tentang cinta dibuat lebih segar dengan memasukkan
tokoh vampire dengan sosok baru (penggambaran vampire oleh Meyer dalam novel
ini agak berbeda dengan gambaran kebanyakan dan sangat menarik), juga tentu
saja hal yang membuat saya menyukai novel ini yaitu ketegangan yang dibangun
secara bertahap, dari suasana asing disekeliling Bella, keanehan bertemu
keluarga Cullen yang misterius, hingga bentrok dengan vampire nomad.
Jalan cerita yang penuh intrik dan
tidak membosankan, dengan tampilan cover novel yang baik dan membuat ingin
tahu. Kisah yang dirangkai dengan unik dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, alur cerita yang jelas dan mudah diikuti. Ditail-dital serta sejarah
dari setiap tokoh dipaparkan dengan baik, sehingga dalam mendeskripsian, novel
ini mudah dipahami.
Belum lagi dalam penggambaran
kisahnya, Mayer menjadikan tiga perempat buku ini berisi cerita cinta dan
cerita tentang bagaimana perasaan sang pemeran utama terhadap vampire yang
disukain yaitu Kira-kira menjelang akhir buku, barulah muncul konflik yang
cukup menaikkan ketegangan, sehingga saat ketegangan muncul membuat pembaca
seolah mendapatkan kejutan paling menarik dari novel tersebut sehingga
menjadikan ending dari novel ini begitu membekas dihati pembacanya.
Dalam penulisannnya Mayer hanya terpaku
pada tokoh yang sama dan kurangnya interaksi sang tokoh utama dengan
tokoh-tokoh lainnya itulah yang membuat konflik yang harusnya dapat
dikembangkan justru hanya terpaku pada satu orang.
Penggambaran perjuangan Bella dalam
menghadapi suasana kota Fork yang dibencinya justru berjalan datar seperti juga
dengan interaksi Bella dengan The Cullens. Sayang, ilustrasi cover buku ini
kurang mencerminkan bukunya. Selain itu, kekurangan buku ini adalah buku ini
terlalu mengedepankan perasaan Bella, sehingga kisah ini agak terlalu
melankolis dan mendayu-dayu.
Dilihat dari penokohan Edward Cullen
yang terlihat mirip Romeo, Hamlet dan tokoh tragic hero yang
lain dengan karakterisasi kurang kuat, lalu tokoh Bella yang menjadi narrator
cerita terlalu tidak membumi (Karakter Bella terasa lebih mirip vampire
daripada manusia), belum lagi plot cerita sederhana yang malah dibikin melebar
(kesannya bertele-tele), hingga tema lama yang juga boleh dibilang sudah lapuk
(kisah cinta dua dunia berbeda).